Perskpknusantara.com, Tarakan – Lembaga Analisis HAM Indonesia DPW Provinsi Kalimantan Utara, bersama Tim Advokasi Gerakan Kotak Kosong (Kokos) Tarakan yang tergabung dalam Forum Pengacara Kesatuan Tanah Air (Fakta) Indonesia, resmi menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tarakan ke Mahkamah Konstitusi, Senin (9/12/2024) lalu.

Ketua DPW Lembaga Analisis HAM Indonesia Provinsi Kaltara Ambo Tuwo Petta Pallao Dae mengatakan, permohonan gugatan mereka di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (MK) tercatat dengan Akta Pengajuan Pemohon (APP) Nomor – 147/PAN.MK/e-AP3/12/2024

“KPU Kota Tarakan menetapkan pasangan dr. H. Khairul, M.Kes – Ibnu Saud dengan perolehan 59.204 suara sementara Kokos 43.787 suara. Diduga telah terjadi pelanggaran dalam pelaksanaan Pilwako Tarakan yang saat itu berlangsung bersama Pilgub Kaltara,” kata Ambo Tuo melalui telepon selulernya, Rabu (18/12/2024).

Gugatan permohonan diajukan, terkait dengan hasil rekapitulasi suara yang diumumkan KPU Kota Tarakan pada 5 Desember 2024. Diduga  telah terjadi banyak pelanggaran yang mempengaruhi keadilan, dan legitimasi hasil Pilkada Tarakan.
Koordinator Tim Advokasi Kotak Kosong (Kokos) Tarakan Muhlis Ramlan SH MH CSL CPLL dalam Siaran Pers yang diterima awak media menyampaikan, pihaknya memohon agar MK membatalkan Keputusan KPU Kota Tarakan Nomor 330 Tahun 2024 dan mendiskualifikasi Paslon dr. H Khairul, M.Kes – Ibnu Saud karena melakukan pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan massif.

“Seluruh rangkaian fakta kejadian, dokumentasi, video dan saksi-saksi yang menguatkan dalil permohonan kami sudah diserahkan melalui Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi,” kata muhlis.

Saat dikonfirmasi, Ketua KPU Kota Tarakan Dedi Herdianto mengaku telah melihat permohonan gugatan lewat Website, yang dimohon Lembaga Analisis HAM Indonesia DPW Kaltara, salah satu Lembaga pemantau yang terakreditasi di KPU Tarakan.
Menghadapi gugatan tersebut, Dedi menyebut Lembaga Analisis HAM yang diketuai Ambo Tuo mendaftarkan sebanyak 320 orang saksi pemantau, sesuai jumlah TPS dan sampai sekarang belum menyerahkan hasil pantauannya.

“Namun, soal pengaduan ke MK, itu hak mereka, saya menghormatinya karena diatur dalam undang-undang. Masalahnya, saya belum mengetahui gugatan yang dipersoalkan si pemohon. Apakah sengketa hasil atau sengketa proses administrasi Pilkada, apakah permohonan pengaduan diterima atau tidak diterima resminya  akan diketahui tanggal 3 Januari 2025.” kata Dedi. /Ambo Tuwo, Melaporkan dari Tarakan, Kalimantan Utara/